Kutipan Monolog di Bulan Kesepuluh

terkadang ada suatu esok yang menyapa lewat sepotong perkenalan
sebagian hanya menuturkan basa basi
sementara sepersekian lebih kecil mengendapkan bulir bulir tawa
dan seperti hirupan senja kali ini,
menciptakan rona merah di pipiku namun kupungkiri
dan adamu, yang di bulan kesepuluh meretas kata pertama
yang mengeja namaku dengan sebuah ejaan yang mengindahkan norma, tapi aku memahaminya secara bahagia
seperti itulah aku menyanggupi malam larut dengan tak terhingga pertanyaannya,
kau bercerita padaku tentang segalanya,
tentang layar layar yang terbuka
tentang lelagu dengan judul judul yang kita hafal bersama
tentang buku buku yang terlalu sering kita semati halamannya dengan rindu tentang khayal dan epilog yang terlalu cepat habisnya
tentang kopi yang dengan pandainya kau bikin, lalu kau dongengkan padaku nikmatnya
tentang ratusan lukisan yang digambar di atas monitor masing masing kita
dan tentu saja,
tentang jarak yang menghela nafas dalam dalam
yang menertawakan kita setiap menitnya
lalu , apalagi yang belum kututurkan,
jika semua kisahku telah jadi kisahmu, begitu juga sebaliknya

kamu terlalu flamboyan untuk kujadikan harapan. terlalu dingin untuk kujadikan penempa angin.
tapi kelakarmu terlalu manis bahkan untuk kularutkan setengah sendok saja dalam kopiku.-
aku takut tenggelam di cangkirnya maka aku tak mau main rasa.

jadi kita melempar senyum tak bersuara, namun degup jantung yang bercerita rewel sekali,
jadi kita berhambur ke kepala masing masing dalam diam,
namun lagu kesukaan kita yang mendongengkan rasa demi rasa yang mungkin datang malu malu;
tak mau kita mengaku. tak mau kita bicara tentang menyatu. tak mau kita saling merayu.

memelihara bisu.
mengekalkan rindu.

beraninya aku menyimpan sekelupas kelakrmu. jangan sampai aku tak lagi bisu..


aku tak ingin mengayuh lebih jauh atau menyelam lebih dalam
aku tak ingin berjalan lebih cepat atau berlari terlalu lama
aku tak mau mengejar sebuah rasa, aku ingin tinggal selamanya
dan cuma ingin kau rapali cerita
sebelum lelap meninabobokan lirik lirik manis yang sedang bergeming
sebelum perpisahan memakan epilog di buku buku kita
sebelum pagi menjemputmu ke dalam dunia yang keras, lalu membuatmu melupakan segelas kopi serta aromanya

sementara aku harus tahu diri
jika seluruhnya hanya sepotong peristiwa
yang masanya hanya sebatas bunga bertumbuh berkembang dan layu
aku tak mau mengejar sebuah memoria, aku cuma ingin tinggal selamanya
walau tanpa sepucuk rasa

10/24/16 Zanismara